andrias puguh(071644041)

 

KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU

         Tulisan ini berjudul “Kompetensi Profesionalisme Guru” dirujuk dari pendapat para ahli tentang apa dan bagaimana kompetensi seorang guru yang profesional. Dalam rangka turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, peranan guru sangat penting sekali untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia. Kita sadari, bahwa peran guru sampai saat ini masih eksis, sebab sampai kapanpun posisi/peran guru tersebut tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin sehebat apapun, mengapa ? Karena, guru sebagai seorang pendidik juga membina sikap mental yang menyangkut aspek-aspek manusiawi dengan karakteristik yang beragam dalam arti berbeda antara satu siswa dengan lainnya. Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh seorang guru semata-mata ingin melihat anak didiknya bisa berhasil dan sukses kelak. Tetapi perjuangan guru tersebut tidak berhenti sampai disitu, guru juga merasa masih perlu meningkatkan kompetensinya agar benar-benar menjadi guru yang lebih baik dan lebih profesional terutama dalam proses belajar mengajar sehari-hari


         Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
        Ciri seseorang yang memiliki kompetensi apabila dapat melakukan sesuatu, hal ini sesuai dengan pendapat Munandar bahwa, kompetensi merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Pendapat ini, menginformasikan dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kompetensi, yakni ; (a) faktor bawaan, seperti bakat, dan (b) faktor latihan, seperti hasil belajar.
          Menurut Soedijarto, Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain :
1.disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran,
2.bahan ajar yang diajarkan,
3. pengetahuan tentang karakteristik siswa,
4. pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan,
5. pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar,
6. penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran,
7.pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.
        Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Semua hal yang disebutkan diatas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi guru. Dengan kompetensi profesional tersebut, dapat diduga berpengaruh pada proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan keluaran pendidikan yang bermutu. Keluaran yang bermutu dapat dilihat pada hasil langsung pendidikan yang berupa nilai yang dicapai siswa dan dapat juga dilihat dari dampak pengiring, yakni dimasyarakat. Selain itu, salah satu unsur pembentuk kompetensi profesional guru adalah tingkat komitmennya terhadap profesi guru dan didukung oleh tingkat abstraksi atau kemampuan menggunakan nalar.
        Guru yang rendah tingkat komitmennya, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut ;
a. Perhatian yang disisihkan untuk memerhatikan siswanya hanya sedikit.
b. Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya hanya sedikit.
c. Perhatian utama guru hanyalah jabatannya.
Sebaliknya, guru yang mempunyai tingkatan komitmen tinggi, ditandai oleh ciri-ciri :
a. Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi.
b. Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya banyak.
c. Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain.
       Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
       Dalam suasana seperti itu, peserta didik secara aktif dilibatkan dalam memecahkan masalah, mencari sumber informasi, data evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan pandangan dan hasil kerja mereka kepada teman sejawat dan yang lainnya. Sedangkan para guru dapat bekerja secara intensif dengan guru lainnya dalam merencanakan pembelajaran, baik individual maupun tim, membuat keputusan tentang desain sekolah, kolaborasi tentang pengembangan kurikulum, dan partisipasi dalam proses penilaian.
       Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga) yaitu ; kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.
       Dengan demikian, bahwa untuk menjadi guru profesional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan ketiga kompetensi tersebut, dibutuhkan tekad dan keinginan yang kuat dalam diri setiap guru atau calon guru untuk mewujudkannya. Sebagai seorang guru perlu mengetahui dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar seorang guru dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut :
1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3. Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajarannya yang diterimanya.
5. Sesuai dengan prinsip repitisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
6. Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
10. Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan diatas.
        Bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut diatas, maka yang dimaksud “Kompetensi Profesionalisme Guru” adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru dengan hasil yang baik.

KESIMPULAN

UNTUK MENJADI GURU PROFESIONAL, SESEORANG HARUS :
1. mengerti dan menyenangi dunia pendidikan, dan didukung dengan kompetensi
profesionalisme.
2. menerapkan prinsip mengajar yang baik serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pendidikan.
mempunyai motivasi kerja yang baik sehingga dapat meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar.
3. berjiwa sabar dan bisa dijadikan suri tauladan bagi anak didiknya, baik dalam berkata maupun bersikap.
memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan suasana sekolah yang kondusif.
4. mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi untuk dunia pendidikan.
mempunyai program pengajaran yang jelas dan terarah sesuai dengan kurikulum.
5. berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang santun dan bertanggungjawab.
         Demikian tulisan yang sangat sederhana ini, mudah-mudahan bisa memberikan sumbangan pemikiran inovasi demi mencerdaskan kehidupan anak bangsa dan pada akhirnya dapat memberi manfaat bagi kita semua terutama bagi penulis sendiri tentunya.

*) Mhs.Tugas Belajar Utusan Pemerintah Kota Tarakan, Program Pascasarjana (S-2) Manajemen Pendidikan,Universitas Mulawarman Samarinda.

Pengirim/SumberArtikel : Fitrianur, S.Pd 

Tulisan disadur dari : www.tarakankota.go.id


Readmore.
andrias puguh(071644041)



Sistem Pemerintahan RI


            Pada bab terdahulu kalian telah mempelajari proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara. Dasar negara tersebutlah yang menjadi landasan serta dasar hukum dalam pelaksanaan pemerintahan dan ketatanegaraan Indonesia. Nah, pada bab kali ini kita akan mempelajari sistem pemerintahan di negara kita.

           Indonesia adalah negara demokrasi. Dengan demikian, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Maksudnya adalah segala yang dilakukan pemerintah mencerminkan keinginan rakyat. Bagaimana penjelasannya? Ikuti uraian berikut.


  • Indonesia Sebagai Negara Demokrasi

          Mengapa Indonesia dikatakan sebagai negara demokrasi? Untuk menjawabnya, kalian perlu terlebih dahulu mengetahui pengertian demokrasi. Demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan di mana kedaulatan ada di tangan rakyat. Artinya, dalam negara demokrasi rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi. Namun, bukan berarti rakyatlah yang menjalankan roda pemerintahan. Rakyat diberikan kesempatan untuk ikut serta menentukan jalannya pemerintahan. Kekuasaan ini terwujud dalam suatu sistem pemilihan wakil rakyat. Rakyat menyerahkan kekuasaannya kepada para wakil yang duduk di pemerintahan. Dengan demikian, pemerintah sesungguhnya memegang amanat rakyat.
          Dalam negara demokrasi, pemerintahan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Segala kekuasaan dan kewenangan pemerintah sesungguhnya berasal dari rakyat. Pemerintah adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, Pemerintah bertugas menjalankan roda pemerintahan untuk kepentingan rakyat.
          Nah, negara kita pun menyelenggarakan pemerintahan dengan sistem yang demikian. Hal itu ditunjukkan dengan adanya pemilihan wakil rakyat. Selain itu, negara kita juga memiliki lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Salah satu contoh lembaga perwakilan rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Para wakil yang duduk di DPR adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat secara langsung melalui Pemilu. Selain itu, rakyat juga memilih Presiden dan wakil Presiden secara langsung. Presiden harus menjalankan pemerintahan sesuai dengan kehendak rakyat. Selanjutnya rakyat melalui DPR akan mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan Presiden. Oleh karena itu, sesungguhnya rakyatlah yang memiliki kekuasaan paling tinggi. Dengan demikian, negara kita disebut sebagai negara demokrasi.
           Pemilihan umum di Indonesia tahun 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung. Cara pemilihannya berbeda dari pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR). Selain itu, pada pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti pemilu 1999) tetapi presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu paket.

  • Pemilihan Umum


           Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam negara demokrasi yang memegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum yang diselenggarakan secara berkala, misalnya lima tahun sekali. Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga melaksanakan pemilu yang dilaksanakan lima tahun sekali. Pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
          Pemilihan umum di Indonesia mulai tahun 2004 diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Selain itu, mulai tahun 2004 juga diselenggarakan pemilu presiden dan wakil presiden yang terpisah dengan pemilu legislatif.
           Pemilu 2004 diatur dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003. Adapun Pemilu 2009 diatur dengan UU No. 10 Tahun 2008. Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber dan Jurdil).


1. Langsung
          Langsung, artinya rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung dalam pemilu sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

2. Umum
        Umum, artinya pemilu berlaku bagi semua warga negara yang memenuhi persyaratan, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial lainnya.


3. Bebas
         Bebas, artinya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih dalam pemilu, bebas menentukan siapa pun yang akan dipilih untuk mengemban aspirasinya tanpa ada paksaan dan tekanan dari siapa pun.

4. Rahasia
       Rahasia, artinya dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

5. Jujur
       Jujur, artinya semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil
       Adil, artinya dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.


  • Proses Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia

        
        Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada pemilu 2004.
         Pada tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari pemilu. Di tengah masyarakat, istilah pemilu lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif serta pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
        Pemilu diselenggarakan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. KPU bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu. Dalam melaksanakan tugasnya, KPU menyampaikan laporan dalam tahap penyelenggaraan pemilu kepada presiden dan DPR. Keanggotaan KPU terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, dibantu seorang wakil ketua merangkap anggota, dan para anggota. Ketua dan wakil ketua KPU dipilih dari dan oleh anggota. Setiap anggota KPU mempunyai hak suara yang sama.
        Peserta pemilihan umum adalah partai politik dan perseorangan untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Partai politik peserta pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu. Adapun yang berhak menjadi pemilih adalah penduduk Indonesia yang berusia sekurangkurangnya 17 tahun atau sudah/pernah kawin dan mempunyai hak pilih. Pemilihan umum diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Jumlah anggota KPU sebanyak-banyaknya 11 orang, KPU provinsi sebanyak 5 orang, dan KPU kabupaten/kota sebanyak 5 orang. Pemilihan umum dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama pemilu dimulai dari pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta pemilu, penetapan peserta pemilu, penetapan jumlah kursi, pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, kampanye, serta terakhir adalah pemungutan dan penghitungan suara pemilu.

1. Pendaftaran Pemilih
         Tahapan pertama dari pemilu adalah pendaftaran pemilih. Pendaftaran pemilih dilakukan oleh petugas pendaftar pemilih dengan cara mendatangi kediaman pemilih dan/atau dapat pula dilakukan secara aktif oleh pemilih.

2. Pendaftaran Peserta Pemilu
        Peserta pemilu dapat berasal dari perseorangan untuk anggota DPD dan peserta dari partai politik untuk anggota DPR dan DPRD.

3. Dll
Sumber : BSE

Readmore.
andrias puguh(071644041)

BAB III
Arti Pendidikan :
Pendekatan Eksistensial

           Istilah pendidikan, dalam bahasa Inggris "education", berakar dari bahasa Latin "educare", yang dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan (to lead forth). Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Secara teoretis, ada pendapat yang mengatakan bahwa bagi manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak 25 (dua puluh lirna) tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat diartikan bahwa sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapa pun untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anak keturunannya. Secara praktis, ada pendapat yang mengatakan bahwa bagi manusia individual, pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih ada di dalam kandungan. Mempertimbangkan kedua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pen¬didikan melekat erat pada dan di dalam diri manusia sepan-jang zaman.

A. Arti Luas Pendidikan
          Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung di segaia jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewa-sa, cerdas, dan matang. Jadi singkatnya, pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Dewasa dalam hal perkem-bangan badan, cerdas dalam hal perkembangan jiwa, dan matang dalam hal berperilaku. Dalam langkah kegiatan pendi¬dikan selanjutnya, ketiga sasaran ini menjadi kerangka pembudayaan kehidupan manusia.
          Dalam arti luas, pendidikan dapat diidentifikasi karakteristiknya sebagai berikut:
• Pendidikan berlangsung sepanjang zaman (life long educa¬tion}. Artinya, dari generasi ke generasi, pendidikan berproses tanpa pernah berhenti.
• Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan ma¬nusia. Artinya, pendidikan berproses di samping pada bidang pendidikan sendiri, juga di bidang ekonomi, politik, hukum, kesehatan, keamanan, teknologi, perindustrian, dan sebagainya. Di setiap bidang kehidupan, pasti terkandung pendidikan, terlepas apakah persoalan itu sengaja diciptakan atau memang ada secara alami.
• Pendidikan berlangsung di segala tempat di mana pun, dan di segala waktu kapan pun. Artinya, pendidikan berproses di setiap kegiatan kehidupan manusia.
• Objek utama pendidikan adalah pembudayaan manusia dalam memanusiawikan diri dan kehidupnnnya.

B. Arti Sempit Pendidikan
        Dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem, pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan belajar seperti itu dilaksanakan di dalam Lembaga Pendidikan Sekolah. Tujuan utamanya adalah pengembangan potensi intelektual dalam bentuk penguasaan bidang ilmu khusus dan kecakapan merakir. sistem teknologi. Selanjutnya, dengan sumber daya yang ahli dalam bidang ilmu dan cakap dalam teknologi, diharapkan bisa menjawab berbagai tantangan hidup yang dipastikan bermunculan di kemudian hari di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
       Jadi, pendidikan dalam arti sempit berarti bukan memotong isi dan materi pendidikan, melainkan mengorganisasinya dalam bentuk sederhana tanpa mengurangi kualitas dan hakikat pendidikan.
      Adapun kegiatan utama pembelajaran menurut sistem pendidikan sekolah, pada hakikatnya bersifat pengasuhan dan pembimbingan peserta didik, dengan dua sasaran khusus yaitu:
• menumbuhkan 'kesadaran' peserta didik terhadap per-soalan kehidupan yang ada dan yang bakal ada
• membentuk 'kemampuan' berupa kecakapan dan kete-rampilan untuk dapat mengatasi setiap persoalan yang ada dan kemampuan menyikapi secara tepat persoalan yang bakal terjadi di masa depan.
      Mengenai arti pendidikan secara sempit, ciri-ciri khasnya antara lain dapat diidentifikasi sebagai berikut:
• Pendidikan berlangsung dalam waktu terbatas, yaitu masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa, menurut jenjang prasekohh dasar, sekolah lanjutan pertama, sekolah lanjut-an atas, dan perguruan tinggi.
• Pendidikan berlangsung dalam ruang terbatas, yaitu di Icmbaga pcrsckolahnn, mcnurut jenjang-jenjang seperti tersebut di atas.
• Oleh karena itu, pendidikan berlangsung dalam suatu lirgkungan khusus yang sengaja diciptakan menurut sistem administrasi dan manajeman tcrtentu, dalam,bcn-tuk kelas, dalam rangka efektivitas dan efisiensi kelang-sungan proses pembelajaran.
• Isi pendidikan disusun secara sistemik dan terprogram dalam bentuk kurikulum. Kurikulum dipertanggungjawabkan oleh guru sekolah, difasilitasi oleh suatu sistem koordinasi kepemimpinan sekolah, dalam bentuk PBM yang terjadwal menurut ruang (kelas) dan waktu (semes¬ter) tertentu.
• Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar (sekolah), terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu, khususnya untuk membangun kecakapan hidup (competence of life) dan membentuk keterampilan hidup (life skill education).



C. Arti Alternatif Pendidikan
         Dari pendekatan dikotomis arti luas dan sempit terse¬but, muncul pemikiran alternatif. Secara alternatif, pelaku pen¬didikan adalah keluarga, masyarakat, dan sekolah (di bawah otoritas pcmerintah) dalam suatu sistem integral yang disebut 'tripartit' pendidikan. Fungsi dan peranan tripartit pendi¬dikan adalah menjembatani pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat luas. Tujuannya, agar aspirasi pendidikan yang tumbuh dari setiap keluarga dapat dikembangkan di dalam kegiatan pendidikan sekolah, untuk kemudian dapat diimplementasikan di dalam kehidupan ma¬syarakat luas.
Pendidikan diposisikan dan diperankan secara sentral di dalam kehidupan bermasyarakat dengan suatu sistem 'linier', dan berproses secara berkesinambungan. Pendidikan berlang¬sung sepanjang zaman dan mutlak dilakukan oleh setiap individu. Proses itu diawali dari pertumbuhan potensi moral dan kultural di dalam keluarga, diproses secara keilmuan di seko¬lah, untuk kemudian dikembangkan dan ditanarnkan dalam kelangsungan kehidupan masyarakat luas. Penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk menumbuh-kembangkan segala potensi individual manusia agar kehidupan btrlangsung dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai kcmanusiaan. Jadi, dengan pemberdayaan tripartit pendidikan, setiap individu di kemudian hari mampu memerankan tanggung jawab kehi-dupannya secara benar, kreatif, dan berkeadilan, sehingga ke¬hidupan masyarakat menjadi semakin tumbuh dan berkem¬bang menurut prinsip-prinsip nilai kultural manusiawi.
        Secara teperinci dan sistematik, dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Pertama, tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah rncncerdaskan potensi-potensi spiritual, intelektual, dan emosional setiap individu yang pada gilirannya berpengaruh terhadap masyarakat luas.
• Kedua, masa pendidikan berlangsung sepanjang zaman, menurut jenjang-jenjang tertentu secara linier-kausalistis.
• Ketiga, pendidikan berlangsung bukan di sembarang lingkungan, melainkan hanya di lingkungan sosial budaya.
• Keempat, kegiatan pendidikan di lingkungan mana pun selalu menjadi kegiatan 'pembelajaran', bukan kegiatan 'pengajaran'.
D. Paradigma Filsafat Pendidikan
            Filsafat adalah induk semua bidang studi dan disiplin ilmu pengetahuan, dengan sudut pandang yang bersifat komprehensif berupa 'hakikat'. Artinya, filsafat memandang setiap objek dari segi hakikatnya. Sedangkan pendidikan adalah suatu bidang studi sekaligus disiplin ilmu pengetahuan yang persoalan khasnya adalah 'menumbuhkembangkan potensi ma¬nusia menjadi semakin dewasa dan matang (maturity human patents)'. Jadi, filsafat pendidikan mempunyai persoalan sentral berupa hakikat pematangan potensi manusia.
Tradisi filsafat adalah selalu berpikir dialektis dari tingkat metafisis, teoretis, sampai pada tingkat praktis. Tingkat metafisis disebut aspek ontologi, tingkat teoretis disebut epistemologi, dan tingkat praktis disebut aspek etika.
         Ketiga taraf sistem kegiatan pendidikan tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya secara kausalistik. Aspek ontologi mendasari aspek epistemologi dan aspek epistemologi memberikan jalan atau metode kepada aspek etika, sedangkan aspek etika merupakan hasilnya. Dengan kematangan emosional, berarti moral kearifan (wisdom) menjadi tumbuh dan berkembang. Adapun bentuk moral kearifan adalah berupa perilaku yang berkeadilan baik terhadap diri sendiri, sesamanya, alamnya, maupun terhadap Causa Primanya.
          Selanjutnya dapat diasumsikan bahwa jika paradigma filosofi pendidikan tersebut dipergunakan sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan baik di dalam keluarga, sekolah, maupun dalam kehidupan masyarakat, dapat diharapkan kehidupan masyarakat bisa diliputi dengan nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan. Dengan demikian, perkembangan kehidupan masyarakat secara kultural manusiawi diharapkan bisa terwujud.
          Jadi, Pendidikan adalah suatu proses yang tidak hanya terbatas pada pembelajaran untuk sekadar mengetahui suatu objek (to know something what), tetapi berlanjut pada keahlian dan keterampiian dalam berkreasi dan berproduksi (to be able to create or produce something). Selanjutnya, seluruh kreativitas dievaluasi untuk dijadikan pelajaran baru, dalam rangka mewujudkan kreativiras baru yang lebih berguna bagi kelangsungan dan perkembangan kehidupan. Sedernikian rupa sehingga ide tentang pendidikan menjadi suatu lingkaran spiral tanpa putus.

Readmore.
andrias puguh(071644041)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.Model Pembelajaran Kooperatif
    1.Definisi Model Pembelajaran Kooperatif
       Menurut Knirk dan Gustafson (1986:15) pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.
      UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
       Menurut Darsono (2000) Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.
      Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pengajaran kooperatif (Cooperative Learning) memerlukan pendekatan melalaui penggunaan kelompok kecil siswa untk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Holubec, 2001) yang dikutip oleh (Nurhadi & Senduk, 2003). Pembelajarn kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asuh, silih asih, silih asah antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Menurut Suyanto (1999), pembelajaran kooperatif adalah salah satu jenis belajar kelompok dengan kekhususan sebagai berikut: (a) kelompok terdiri atas anggota yang heterogen (kemampuan, jenis kelamin, dan sebagainya), (b) ada ketergantungan yang positif diantara anggota-anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan melaksanakan tugas kelompok dan akan diberi tugas individu, (c) kepemimpinan dipengang bersama, tetapi ada pembagian tugas selain kepemipinan, (d) guru mengamati kerja kelompok dan melakukan intervensi bila perlu, dan (e) setiap anggota kelompok harus siap menyajikan hasil kerja kelompok.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem yang di dalamnya terkandung elemen-elemen yang saling terkait. Diantaranya: (a) saling ketergantungan positif, (b) interaksi tatap muka, (c) akuntabilitas individu, dan (d) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan.
     2.Model Pembelajaran CTL
        a.Konsep Dasar Model pembelajaran CTL
        CTL adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
       Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami :
1)CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung.
2)CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata,artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
3)CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
(Depdiknas, 2003:6)

b.Definisi Model Pembelajaran CTL
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks) ” (KUBI, 2002 : 519). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti : Yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Adapun pengertian CTL menurut Depdiknas (2003:5) adalah sebagai berikut : ”Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari–hari”.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya (US Department of Education and the National School-to-Work Office, 2001).

c.Komponen-Komponen Model Pembelajaran CTL
Menurut Muslich (2007) dan Sanjaya (2006), pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu:
1)Konstruktivisme (constructivisme)
2)Inkuiri (penemuan )
3)Bertanya (questioning)
4)Masyarakat belajar (learning community)
5)Pemodelan (modeling)
6)Refleksi (reflection)
7)Penilaian nyata (authentic assessment)
Penjelasan dari ketujuh komponen dari pembelajaran CTL tersebut adalah sebagai berikut:
a)Konstruktivisme
Menurut Wina Sanjaya (2006:12)konstruktivisme adalah “Proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman”.
Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldwin dan diperdalam oleh Jean Piaget  dalam Wina Sanjaya (2006:13) “Pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip– prinsip konstruktivisme yang diambil adalah :
(1)Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial;
(2)Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk bernalar;
(3)Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah;
(4)Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
a)
b)Inquiry (penemuan)
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
(1)Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
(2)Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
(3)Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Kegiatan menemukan diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.
Menurut Suparno (1997:50) secara umum proses menemukan dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
(a)Merumuskan masalah.
(b)Mengajukan hipotesis.
(c)Mengumpulkan data.
(d)Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.
(e)Membuat kesimpulan.
a)
b)
c)
d)Questioning (Bertanya)
(1)Upaya guru untuk mendorong siswa mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa memperoleh informasi, membimbing siswa menemukan materi yang dipelajarinya, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa
(2)Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry. Bertanya dapat dipandang dari refleksi keingintahuan setiap individu.
(3)Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk:
(a)Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi  pelajaran.
(b)Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
(c)Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
(d)Memfokuskan siswa pada sesuatu yang dinginkan.
(e)Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
a)
b)
c)
d)
e)Learning Community (Masyarakat Belajar)
(1)Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
(2)Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
(3)Tukar pengalaman.
(4)Hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.
a)
b)
c)
d)
e)
f)Modeling (Pemodelan)
(1)Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
(2)Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)Reflection ( Refleksi)
(1)Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
(2)Mencatat apa yang telah dipelajari.
(3)Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)Authentic Assessment (Penilaian Otentik)
(1)Penilaian otentik adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
(2)Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
(3)Penekanannya diarahkan pada proses belajar (kinerja) bukan hanya pada hasil belajar.
(4)Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.
(5)Penilaian nyata dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.
(6)Penilaian autentik bertujuan mengevaluasi kemampuan siswa dalam konteks dunia nyata. Dengan kata lain, siswa belajar bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya ke dalam tugas-tugas yang autentik.
(7)Melalui penilaian autentik ini, diharapkan berbagai informasi yang absah/benar dan akurat dapat terjaring berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan .
(a)Strategi penilaian otentik
Penilaian kinerja (Performance assessment) yang dikembangkan untuk menguji kemampuan siswa dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan ke-terampilannya (apa yang mereka ketahui dan dapat dilakukan) pada berbagai situasi nyata dan konteks tertentu.
Observasi sistematik atau investigasi jangka pendek (System Observation – short investigation) yang ber-manfaat untuk menyajikan informasi tentang dampak aktivitas pembelajaran terhadap sikap siswa.
Pertanyaan terbuka. Sama halnya observasi sistematik, ia memberikan stimulus dan bertanya kepada siswa untuk memberikan tanggapan (respond). Tanggapan ini dapat berupa, antara lain (i) suatu tulisan singkat atau jawaban lisan; (ii) suatu pemecahan matematik; (iii) suatu gambar; (iv) suatu diagram, chart atau grafik.
Portefolio (Portofolio) adalah koleksi/kumpulan dari berbagai ketrampilan, ide, minat dan keberhasilan atau prestasi siswa selama jangka waktu tertentu (Hart, 1994). Koleksi tersebut memberikan gambaran perkembangan siswa setiap saat.
Kajian/penilaian pribadi (self assessment)Siswa untuk mengevaluasi partisipasi, proses dan produk mereka. Pertanyaan evaluatif merupakan alat dasar dalam kajian pribadi.
Jurnal (Journal) merupakan suatu proses refleksi dimana siswa berpikir tentang proses belajar dan hasilnya, kemudian menuliskan ide-ide, minat dan pengalamannya.

A.
a.
b.
c.
d.Tujuan Model Pembelajaran CTL
Tujuan dari model pembelajaran CTL ini adalah:
1)Membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
2)Membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya (US Department of Education and the National School-to-Work Office, 2001).

e.Karakteristik Model Pembelajaran CTL
Karakteristik pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2003:7) adalah sebagai berikut :
1)Kerjasama
2)Saling menunjang
3)Menyenangkan, tidak membosankan
4)Belajar dengan bergairah
5)Pembelajaran terintegrasi
6)Menggunakan berbagai sumber
7)Siswa aktif
8)Sharing dengan teman
9)Siswa kritis guru kreatif
10)Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
11)Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
Selain karakteristik di atas, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2005:110), sebagai berikut:
a)Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activtinging knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b)Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c)Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d)Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
e)Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi.
a.
b.
c.
d.






e.Langkah-Langkah (Sintaks) Pembelajaran CTL
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap I
Melaksanakan kegiatan inkuri untuk semua topik.
Guru menyajikan kejadian-kejadian yang menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin tahu siswa.
Tahap 2
Mengembangkan sifat ingin tahu.

Guru memberikan pertanyaan berdasarkan kejadian / topik yang disajikan
Tahap 3
Menciptakan masyarakat belajar.

Guru membimbing siswa untuk belajar kelompok dan bekerjasama dengan teman sekelompoknya dalam bertukar pengalaman dan berbagi ide.
Tahap 4
Menghadirkan Model.

Guru menampilkan contoh pembelajaran asiswa dapat berfikir, bekerja dan belajar.
Tahap 5
Melakukan refleksi.

Guru menyimpulkan materi pembelajaran, menganilisis manfaat pembelajaran dan penindaklanjutkan kegiatan pembelajaran.
Tahap 6
Melakukakan penilaian yang sebenarnya
Guru mengukur kemampuan dan pengetahuan ketrampilan siswa melalui penilaian produk dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.

A.
a.
b.
c.
d.
e.
f.Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CTL
1)Kelebihan Model Pembelajaran CTL
a)Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
b)Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
(1)Terjadinya komunikasi dua arah yang artinya guru dan murid
sama-sama aktif dalam kegiatan beljar mengajar.
(2)membuat siswa menjadi aktif & kritis
(3)metode yang diajarkan materinya dikaitkan dengan situasi nyata, sehingga mendorong siswa dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.

1)
2)Kekurangan model Pembelajaran CTL
a)Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
b)Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.



3.Perbedaan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Dengan Pembelajaran Tradisional
Menurut Sanjaya (2005:115), perbedaan pembelajaran CTL atau kontekstual dengan pembelajaran tradisional adalah sebagai berikut :
No.
Pilar/Solusi, Indikator Masalah
Pendekatan CTL
Pendekatan Tradisional
1
Konstruktivisme
Belajar berpusat pada siswa untuk mengkonstruksi bukan menerima
Belajar yang berpusat pada guru, formal, serius
2
Inquiri
Pengetahuan diperoleh dengan menemukan, menyatukan rasa, karsa dan karya
Pengetahuan diperoleh siswa dengan duduk manis, mengingat seperangkat fakta, memisahkan kegiatan fisik dengan intelektual
3
Bertanya
Belajar merupakan kegiatan produktif, menggali informasi, menghasilkan pengetahuan dan keputusan
Belajar adalah kegiatan konsumtif, menyerap informasi menghasilkan kebingungan dan kebosanan
4
Masyarakat Belajar
Kerjasama dan maju bersama, saling membantu
Individualistis dan persaingan yang melelahkan
5
Pemodelan
Pembelajaran yang Multi ways, mencoba hal – hal baru, kreatif
Pembelajaran yang One way, seragam takut mencoba, takut salah
6
Refleksi
Pembelajaran yang komprehensif, evaluasi diri sendiri/internal dan eksternal
Pembelajaran yang terkotak – kotak, mengandalkan respon eksternal/guru
7
Penilaian Otentik
Penilaian proses dan hasil, pengalaman belajar, tes dan non tes multi aspects
Penilaian hasil, paper and pencil test, kognitif




B.Ketrampilan Menulis Deskripsi
1.Ketrampilan Berbahasa
Bila kita berbicara tentang kemampuan berbahasa, maka wujud kemampuan itu lazimnya diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu:
a.Kemampuan menyimak atau mendengarkan, yaitu kemampuan memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara lisan oleh orang lain. Kendati tercantum dalam kurikulum, kemampuan menyimak ini kurang mendapat perhatian guru untuk dilatihkan. Mengapa? Karena guru biasanya menganggap keterampilan ini mudah dipelajari sehingga tidak begitu dipentingkan dalam pembelajaran. Tentu saja pendapat itu keliru! Menyimak itu banyak macamnya. Bukan hanya mendengarkan percakapan, tetapi juga berita, ceramah, cerita, penjelasan, dan sebagainya. Siswa mendengarkan beragam simakan dengan tujuan yang berbeda: untuk berkomunikasi, belajar, hiburan, serta memperoleh, merangkum, mengolah, mengkritisi, dan merespon informasi. Tujuan menyimak yang berbeda tentu saja menuntut strategi menyimak yang berlainan pula.

b.Kemampuan berbicara, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain. Yang dimaksud pesan di sini adalah pikiran, perasaan, sikap, tanggapan, penilaian, dsb. Seperti halnya menyimak, banyak pihak yang kurang mengangap penting keterampilan berbicara. Mereka beranggapan bahwa berbicara itu mudah dan dapat dipelajari di mana saja dan dengan siapa saja. Lagi-lagi anggapan ini keliru. Sekedar berbicara dengan teman atau keluarga mungkin tidak terlalu sulit. Tetapi, berbicara secara sistematis untuk berbagai keperluan dan situasi, tentu tidak mudah. Berbicara juga bermacam-macam: berinteraksi dengan sesama, berdiskusi dan berdebat, berpidato, menjelaskan, bertanya, menceritakan, melaporkan, dan menghibur. Tujuan dan mitra berbicara yang berbeda akan memerlukan strategi berbicara yang tidak sama. Keterampilan itu sulit dikuasai siswa dengan baik tanpa latihan dan pemberian balikan yang bermakna.

c.Kemampuan membaca, yaitu kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami pesan atau makna yang disampaikan oleh penulis, bahkan mengkritisinya.

d.Kemampuan menulis, yaitu kemampuan menyampaikan pesan kepada pihak lain secara tertulis. Kemampuan ini bukan hanya berkaitan dengan kemahiran siswa menyusun dan menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi juga mengungkapkan pikiran, pendapat, sikap, dan perasaannya secara jelas, sistematis, berisi, dan menarik sehingga dapat dipahami oleh orang yang menerimanya seperti yang dia maksudkan.

Umumnya orang beranggapan bahwa keempat kemampuan berbahasa itu berkembang secara berurutan, dari kemampuan menyimak, berbicara, membaca, baru menulis. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Mungkin kemampuan menyimak anak berkembang lebih awal, tetapi kemampuan itu segera diikuti oleh kemampuan berbicara. Begitu pula dengan kemampuan baca-tulis. Pada akhirnya, pelbagai kemampuan itu berkembang secara interaktif dan saling mempengaruhi. Ketergangguan pada salah satu aspek akan dapat menghambat aspek kemampuan berbahasa lainnya. Penelitian yang dilakukan Walter Loban menunjukkan adanya bukti hubungan antara keterampilan berbahasa siswa serta keterampilan berbahasa dengan belajar. Pertama, siswa dengan kemam-puan berbahasa lisan (menyimak dan berbicara) yang kurang efektif cenderung kurang efektif pula kemampuan berbahasa tulisnya (membaca dan menulis). Kedua, daya kemampuan berbahasa siswa akan mempengaruhi kemampuan akademik yang diperolehnya (Loban, 1976, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995).
Pemilahan dan pengurutan keempat kemampuan berbahasa itu sepertinya menyiratkan bahwa masing-masing keterampilan itu terkesan berdiri sendiri. Bukan begitu, maksudnya. Pemilahan dan pengurutan itu hanya untuk keperluan akademik yang didasarkan atas komponen yang paling menonjol diperoleh anak dalam fase belajar bahasa. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu aktivitas berbahasa melibatkan lebih dari satu jenis kegiatan berbahasa. Ketika anak berbicara dengan temannya, maka sebetulnya ia pun menyimak respon lawan bicaranya. Sewaktu anak membaca, sebenarnya tanpa disadari ia pun melakukan kegiatan menulis, apakah mencatat hal-hal yang dianggap penting atau belajar bagaimana penulis menata tulisannya.

2.Ketrampilan Menulis
a.Hakikat Menulis
Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan dan pengetahuan. Dalam kegiatan menulis ini, maka penulis haruslah teampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Disebut sebagai kegiatan produktif karena kegiatan menulis menghasilkan tulisan, dan disebut sebagai kegiatan yang ekspresif  karena kegiatan menulis adalah kegiatan yang mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengetahuan penulis kepada pembaca (Tarigan 1983:3-4).
Menulis pada hakikatnya adalah mengarang yakni memberi bentuk kepada segala sesuatu yang dipikirkan, dan melalui pikiran , segala sesuatu yang dirasakan , berupa rangkaian kata, khususnya kata tertulis yang disusun sebaik-baiknya sehingga dapat dipahami dan dipetik manfaatnya dengan mudah oleh orang yang membacanya. Penulis biasanya menuangkan apa yang ada di pikirannya dengan melibatkan perhatian para pembacanya.
Menurut Sokolik (2003) dalam Linse and Nunan (2006), menulis adalah kombinasi antara proses dan produk. Prosesnya yaitu pada saat mengumpulkan ide-ide sehingga tercipta tulisan yang dapat terbaca oleh para pembaca yang merupakan produk dari kegiatan yang dilakukan oleh penulis.
Kemampuan menulis menuntut seorang penulis untuk mampu menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Kemampuan menulis mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan memahami apa yang akan dikomunikasikan, penggunaan unsure-unsur bahasa, kemampuan mengorganisasi wacana dalam bentuk karangan, dan juga pemilihan gaya bahasa yang tepat.
Proett dan Gill (dalam Suparno dan Yunus, 2000) mengemukakan apabila disimak ada beberapa pendekatan yang kerap muncul dalam pembelajaran menulis.
a.Pendekatan frekuensi menyatakan bahwa banyaknya latihan mengarang, sekalipun tidak dikoreksi (seperti buku harian atau surat), akan membantu meningkatkan keterampilan menulis seseorang.
b.Pendekatan gramatikal berpendapat bahwa pengetahuan orang mengenai struktur bahasa akan mempercepat kemahiran orang dalam menulis.
c.Pendekatan koreksi berkata bahwa seseorang menjadi penulis karena dia menerima banyak koreksi atau masukan yang diperoleh atas tulisannya.
d.Pendekatan formal mengungkapkan bahwa keterampilan menulis akan diperoleh bila pengetahuan bahasa, pengaleneaan, pewacanaan, serta konvensi atau aturan penulisan dikuasai dengan baik.





b.Definisi Ketrampilan Menulis
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis itu sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis.
Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Bahwa menulis adalah suatu kegiatan yang aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Keterampilan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman sebagai suatu keterampilan yang produktif. Menulis dipengaruhi oleh keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak serta pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca. Pemahaman berbagai jenis karangan serat pemahaman berbagai jenis paragraf dan pengembangannya.
Menulis adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena, pensil, kapur dan sebagainya, (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984:1098). Menulis bukan hanya sebagai kegiatan menulis kata dari deretan kata, melainkan juga keindahan tulisan yang terdapat diantara baris. Dengan demikian dalam menulis bukan hanya sekedar menuangkan kata dalam tulisan melainkan berusaha memahami tulisan yang sesuai dengan ejaan yang benar.

c.Jenis-Jenis Ketrampilan Menulis
Ada  4 jenis tulisan menurut Gillie, Susan, dan Mumford (1996), yaitu deskripsi, narasi, ekposisi dan persuasi. Di bawah ini merupakan penjabaran dari jenis tulisan tersebut :
1)Deskripsi adalah penulisan dengan penggambaran obyek dengan memanfaatkan lima panca indera, yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan rasa. Fokus penulisan tergantung pada hal panca indera mana, umur pembaca dan emosi pembaca yang akan ditunjukkan kepada pembaca.
Contoh:
Lingkungan sekolah kami sangatlah nyaman. Dengan luas 1 ha, berbagai fasilitas sekolah tersedia demi kemajuan proses belajar kami. Di sekitar halaman sekolah, terdapat berbagai jenis tanaman hias yang kami tanam sendiri. Ada pula kantin yang bersih dan luas agar suasana istirahat kami dapat kami gunakan sebaik-baiknya untuk menghilangkan kejenuhan. Dan, tersedia pula lapangan olahraga yang sangat luas sehingga dapat membantu kami untuk meningkatkan keterampilan berolahraga dan mengekspresikan diri.

2)Narasi adalah bercerita. Penulisan ini digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan, melestarikan sejarah dan juga untuk menghibur pembaca.
Contoh:
“Beratus-ratus tahun Indonesia telah dijajah Belanda. Perang Dunia II pecah, dan Belanda di Indonesia kemudian ditaklukkan oleh Jepang, kini Jepanglah yang menguasai dan mengangkangi Indonesia. Ini tidak lama memang, karena Sekutu dapat mengalahkan Jepang dengan dibomnya Hiroshima dengan bom atom. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia umuk memproklamirkan kemerdekaannya. Proklamasi itu dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hata, pada tangga 17 Agustus 1945.”

3)Eksposisi adalah penulisan untuk untuk menjelaskan suatu proses atau ide-ide. Dalam penulisan ini dibutuhkan hal yang rinci tentang suatu proses ataupun penjelasan dari suatu definisi.
Contoh:
Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang representatif, kini mulai dibangun di Palu, setelah tertunda dua tahun. Pembangunan kantor di Jalan Sam Ratulangi Palu Timur itu, direncanakan rampung 2 - 3 tahun mendatang, dengan biaya sekitar Rp 10 milyar. Demikian keterangan Sekwilda Sulteng, Amur Muchasim, S.H., Rabu (4/10) di Palu la menjelaskan, untuk tahap pertama, seta bangunan sayap dapat dirampungkan Februari.

4)Persuasi berisi untuk membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu.  Contoh:
Semua orang tahu bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan. Namun demikian, masih banyak anggota masyarakat kita yang tidak peduli terhadap kebersihan lingkungan. Inilah masalah yang sulit dipecahkan. Seandainya saja setiap anggota masyarakat peduli akan kebersihan di sekitar tempat tinggalnnya tentulah kualitas kesehatan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, marilah kita mencoba untuk menjadikan diri kita masing-masing peduli terhadap kebersihan lingkungan. Kesadaran ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, diantaranya ialah tidak membuang sampah sembarangan.
Menurut pakar lainnya, masih ada satu jenis karangan / tulisan lagi, yaitu : Tulisan Argumentasi. Argumentasi adalah sebuah wacana yang berusaha meyakinkan atau membuktikan kebenaran suatu pernyataan, pendapat, sikap, atau keyakinan. Dalam Argumentasi ini, suatu gagasan atau pernyataan dikemukakan dengan alasan yang kuat dan meyakinkan sehingga orang yang membacanya akan terpengaruh untuk membenarkan pernyataan, pendapat, dan sikap yang diajukan.
Contoh:
“Amin memang murid yang baik. Setiap hari la datang ke sekolah selalu lebih awal dari teman-temannya. Semua pekerjaan rumah tidak ada yang tidak diselesaikannya. Kepada gurunya dan orang tua ia selalu bersikap hormat. Bahwa prestasi belajarnya juga jauh lebih baik dari teman-temannya dapat dilihat dalam rapornya yang tidak pernah ada angka merah, Tak ayal lagi ia akan menjadi mahasiswa yang baik.”




3.Ketrampilan Menulis Deskripsi
Deskripsi / deskriptif adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri obyek itu (Keraf 1995:16). Deskripsi memberi satu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya pemandangan, orang atau sensasi.
Fungsi utama dari deskripsi adalah membuat para pembacanya melihat barang-barang atau obyeknya, atau menyerap kualitas khas dari barang-barang itu. Deskripsi membuat kita melihat yaitu membuat visualisasi mengenai obyeknya, atau dengan kata lain deskripsi memusatkan uraiannya pada penampakan barang. Dalam deskripsi kita melihat obyek garapan secara hidup dan konkrit, kita melihat obyek secara bulat.
Misalnya kita akan membuat deskripsi tentang sebuah rumah, diharapkan menyajukan banyak penampilan individual dan karakteristik dari rumah itu, dan beberapa aspek yang dapat dianalisis seperti : besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya. Demikian pula deskripsi suatu daerah pedesaan kurang bertalian dengan ciri-ciri studi topografis, tetapi lebih terfokus pada macam-macam keistimewaan umum, dan suasana lokal yang menarik. Karena sasaran yang dituju adalah memberi perhatian pada penampilan yang khas dari obyeknya. Deskripsi lebih memberikan citra yang menarik mengenai objek itu. Deskripsi banyak kaitannya dengan hubungan pancaindera dan pencitraan, maka banyak tulisan deskripsi di klasifikasikan sebagai tulisan kreatif.
Tujuan menulis deskripsi adalah membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskipsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancaindera kita, sebuah pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kuda balapan, wajah seseorang yang cantik molek, atau seseorang yang putus asa, alunan musik atau gelegar guntur, dan sebagainya.
Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan kalimat-kalimat, sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus disajikan sehidup-hidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu hidup di dalam angan-angan pembaca.
Deskripsi lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata. Walaupun untuk membuat deskripsi yang baik, penulis harus mengadakan identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut pengungkapa melalui kata-kata. Dengan mengenal ciri-ciri obyek garapan, penulis dapat menggambarkan secara verbal obyek yang ingin diperkenalkan kepada para pembaca.
Maka dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi merupakan paragraf yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis pengarang.

C.Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
1.Hakekat Bahasa Indonesia
Para ahli merumuskan makna bahasa secara bervariasi, sesuai dengan minat dan sudut pandang penyusunnya, seperti contoh berikut.
a.Bahasa adalah sebuah simbol bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia (Wardhaugh, 1972);
b.Bahasa ialah sebuah alat untuk mengkomunikasikan gagasan atau perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak, atau tanda-tanda yang disepakati, yang memiliki makna yang dipahami (Webster’s New Collegiate Dictionary, 1981);
c.Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri (Kentjono, Ed., 1984:2);
d.Bahasa ialah salah satu dari dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama membentuk budaya manusia (Halliday dan Hasan, 1991).

Dari pelbagai definisi tersebut, tampaklah bahwa pada dasarnya bahasa memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.Bahasa adalah sebuah sistem
Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sitematis dan sitemis. Sistematis artinya bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang berkombi-nasi dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Jika bahasa tidak sistematis, maka bahasa akan kacau, tidak bermakna, dan sulit dipelajari. Sistemis artinya bahasa terdiri dari sejumlah subsistem, yang satu sama lain saling terkait dan membentuk satu kesatuan utuh yang bermakna. Subsistem bahasa terdiri atas: subsistem fonologi (bunyi-bunyi bahasa), subsistem gramatika (morfologi, sintaksis, dan wacana), serta subsistem leksikon (kosakata). Ketiga subsistem itu menghasilkan dunia bunyi dan dunia makna, yang membentuk sistem bahasa.

b.Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer dan konvensional
Bahasa merupakan sistem simbol bunyi dan/atau tulisan yang diperguna-kan dan disepakati oleh suatu kelompok mayarakat penggunanya. Sebagai sebuah simbol, bahasa memiliki arti. Keberadaan simbol menjadikan interaksi berbahasa antarpenutur lebih mudah. Karena simbol itu merupakan sistem, maka untuk memahaminya harus dipelajari. Mengapa harus dipelajari?
Pertama, karena penamaan suatu obyek atau peristiwa yang sama antara satu masyarakat bahasa dengan masyarakat bahasa lainnya cenderung berbeda. Kedua, bahasa terdiri dari aturan-aturan atau kaidah yang disepakati. Ketiga, tidak ada hubungan langsung dan wajib antara simbol bahasa dengan obyeknya. Hubungan keduanya bersifat manasuka (arbitrer). Tak dapat dijelaskan mengapa orang Indonesia menamai ’hewan yang hidup di air, ada siripnya, dan biasa dikonsumsi’ dengan kata ikan; orang Sunda menamainya lauk; orang Jawa menyebutnya iwak; orang Inggris memanggilnya fish; dan orang Arab mengata-kannya samak.



c.Bahasa bersifat produktif
Jumlah fonem, huruf, dan pola dasar kalimat dalam bahasa Indonesia itu sangat terbatas. Tetapi, dengan keterbatasannya itu dapat dihasilkan satuan bahasa dalam jumlah yang tak terbatas. Kita dapat membentuk ribuan kata, kalimat, atau wacana dengan segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya.

d.Bahasa memiliki fungsi dan variasi
Bahasa tercipta karena kebutuhan manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan eksistensinya. Dengan bahasa manusia dapat mengeks-presikan dan menangkap pikiran, perasaan, dan nilai-nilai diri dan orang lain, sehingga dapat memahami, dipahami, dan bekerja sama. Dengan demikian, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi.
Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi personal, yang mengacu pada peranan bahasa sebagai alat untuk mengung-kapkan pikiran dan perasaan setiap diri manusia sebagai makhluk individu. Kedua, fungsi sosial, yang merujuk pada peranan bahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi antar-individu atau antarkelompok sosial.
Secara rinci, Halliday (1975, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995) meng-identifikasi tujuh fungsi bahasa, yaitu: (1) fungsi personal (untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap, atau perasaan pemakainya), (2) fungsi regulator (untuk mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain), (3) fungsi interaksional (untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati, atau penghiburan), (4) fungsi informatif (untuk menyampaikaninformasi, ilmu pengetahuan, atau budaya), (5) fungsi heuristik (untuk belajar atau memper-oleh informasi, seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atas sesuatu hal), (6) fungsi imajinatif (untuk memenuhi dan menyalurkan rasa estetis), serta (7) fungsi instrumental (untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pema-kainya).
Suatu bahasa digunakan untuk berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks yang berbeda-beda. Karena itu suatu bahasa tidak pernah tampil statik atau seragam. Perbedaan pengguna (individual atau kelompok) dan penggunaan bahasa (topik, latar, situasi, dan tujuan) menimbulkan variasi wujud suatu bahasa, yang disebut ragam bahasa. Dari perspektif ini muncullah istilah ragam bahasa: baku-tak baku, formal-tak formal, ilmiah-sastra, lisan-tulis, jurnalistik, ekonomi, dsb.
Sebagai sebuah produk kebudayaan, bahasa juga merupakan simbol kelompok, yang mencerminkan identitas masyarakat penggunanya. Anggota masyarakat suatu bahasa diikat oleh perasaan sebagai satu kesatuan, yang membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya. Bahasa Indonesia adalah jati diri masyarakat dan bangsa Indonesia, yang memiliki ciri khas tersendiri, yang berbeda dari bahasa lain. Kendati memiliki akar bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu, bahasa Indonesia memiliki ciri yang khas dibandingka dengan bahasa Melayu Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam.
Lalu, apa bahasa Indonesia? Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Penggunaannya yang meluas sebagai lingua franca dalam wilayah Nusantara, menjadikan bahasa tersebut disepakati dalam Sumpah Pemuda 1928 sebagai bahasa negara dan bahasa nasional di lingkungan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Dalam perkembangannya kemudian, bahasa Indonesia sebagai bahasa yang hidup memperkaya dirinya dengan kata-kata yang bersumber dari perekayasaan internal serta adopsi dan/atau adaptasi dari bahasa daerah dan bahasa asing.

2.Fungsi dan Tujuan Bahasa Indonesia
a.Fungsi Bahasa Indonesia
Fungsi Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara serta sastra Indonesia hasil cipta intelektual, produk budaya yang berkonsekuensi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai berikut :
1)Sarana Pembina kesatuan dan persatuan bangsa.
2)Sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya.
3)Sarana peningkatan dan ketrampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4)Saran penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk berbagi keperluan menyangkut berbagai masalah.
5)Sarana pengembangan penalaran.
6)Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia.

b.Tujuan Mata Bahasa Indonesia
Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
1)Siswa menghargai dan mengembangkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa Negara.
2)Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan.
3)Siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial.
4)Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
5)Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6)Siswa menghargai dan menggunakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dari intelektual manusia Indonesia.





3.Ruang Lingkup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Ruang lingkup standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini meliputi aspek kemampuan berbahasa dan bersastra.
Aspek kemampuan berbahasa meliputi sub aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan bersastra memiliki sub aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis berkaitan dengan teks-teks sastra.

4.Standar Kompetensi Bahan Kajian Bahasa Indonesia
a.Kemampuan Berbahasa
1)Menyimak
Mendengarkan, memahami dan memberikan tanggapan terhadap gagasan, pendapat, kritikan dan perasaan orang lain dalam berbahasa bentuk wacana lisan.
2)Berbicara
Berbicara secara aktif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan dalam berbagai bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dari konteks pembicaraan.
3)Membaca
Membaca dan memahami berbagai jenis wacana baik secara terurat maupun tersirat untuk berbagai tujuan.
4)Menulis
Menulis secara efektif dan efisien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks. Dalam penulisan karangan, siswa diharapkan mempunyai kemampuan-kemampuan sebagai yaitu:
a)Kemampuan menggunakan huruf besar atau huruf capital dengan tepat dan benar.
b)Kemampuan menggunakan tanda baca (titik, koma, titik dua, tanda seru) dengan benar.
c)Kemampuan menuliskan singkatan dengan benar.
d)Kemampuan pemenggalan kata dengan benar.
e)Kemampuan cara menyusun kalimat dengan benar.

b.Kemampuan Bersastra
Berapresisasi sastra dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

D.Kerangka Berfikir
Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa dan kosa kata. Akan tetapi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia hal ini merupakan suatu kesulitan yang dialami siswa. Kesalahan-kesalahan yang ditemukan oleh guru dalam penulisan yang dilakukan oleh siswa menggambarkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis masih perlu mendapatkan perhatian yang sering.
Kesalahan-kesalahan penulisan yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sangat mengganggu keberhasilan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Kesalahan itu harus mendapat penanganan demi tercapainya tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia yang maksimal.
Sebagian orang mengatakan bahwa menulis itu mudah. Sekali duduk mereka dapat menulis hingga selesai. Hasil tulisan mereka sangat bagus, tetapi apakah tulisan itu sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku? Sebalkiknya, banyak juga orang yang takut untuk menulis.
Adapun penyebab-penyebab dan tanda munculnya kesalahan menulis bagi siswa antara lain :
1.Kurang pahamnyaa siswa tentang penulisan huruf dan tanda baca.
2.Bervariasinya bentuk huruf yang dimiliki oleh siswa dalam menulis.
3.Kurang penekanan penggunaan huruf latin atau huruf berkait pada setiap penulisan dalam pengajaran Bahasa Indonesia.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh guru untuk mengurangi kesalahan siswa dalam menulis (khususnya menulis deskripsi) adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif yang sesuai untuk dapat meningkatkan ketrampilan siswa tersebut. Model pembelajaran kooperatif itu adalah model pembelajaran tipe Contextual Taeching and Learning (CTL).
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Dalam kegiatan CTL, Proses belajar anak, belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.
Penerapan CTL yaitu dengan mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
Jadi, apabila siswa itu melakukan sendiri pengalaman (kegiatan) pembelajaran maka tingkat pemahaman yang akan diperoleh siswa itu lebih banyak dan mudah dimengerti oleh siswa daripada siswa hanya diam mendengarkan penjelasan dari guru saja.

E.Hipotesis
Dari kerangka berpikir yang telah disebutkan di atas maka didapatkan hipotesis seperti di bawah ini :
”Penerapan model pembelajaran CTL dapat meningkatkan ketrampilan menulis deskripsi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2009 / 2010”.

Readmore.
andrias puguh(071644041)

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi memegang peranan yang sangat penting bagi dunia pendidikan sebagai sarana saling berhubungan, saling berbagi pengalaman, saling belajar dan saling meningkatkan kemampuan intelektual. Karena sangat penting guna dan fungsinya, mata pelajaran Bahasa Indonesia sudah diberikan di Sekolah Dasar sejak kelas I sampai dengan kelas VI. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan ketrampilan berbahasa yang baik dan benar, bahasa lisan maupun bahasa tulis.

Kemampuan dalam menentukan bahasa tulis, fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, objek dan hubungannya diantara fungsi-fungsi itu masing-masing harus nyata. Begitu juga dengan huruf besar, pemakaian tanda baca, penulisan singkatan, pemenggalan kata dan cara menyusun kalimat perlu memperhatikan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia tulis yang benar.
Selanjutnya, Moeliono (1992 : 7) mengatakan, Ragam tulisan juga mempunyai suatu kelebihan. Upaya seperti huruf besar, huruf miring, tanda kutip, paragraf atau alinea, tidak mengenal padanan yang sama jelasnya dalam ujaran.
Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang menjadi pondasi untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, apabila anak usia SD telah memiliki kemampuan dalam berbahasa Indonesia dengan baik (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) maka akan mempermudah dalam berkomunikasi dan menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan, memahami maksud dan tujuan wacana atau tulisan.
Untuk itu, dalam meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia tersebut, guru perlu memperkenalkan model pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar siswa akan lebih menikmati suasana dengan keinginan belajar siswa. Dengan memperkenalkan model pembelajaran yang dapat melibatkan semua siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, pencapaian tujuan pembelajaran akan lebih efektif dan hasil kegiatan pembelajaran akan lebih nyata hasilnya.
Menurut Hamalik (2001), guru dituntut untuk memiliki kemampuan mendesain program pembelajaran sekaligus menentukan strategi instruksional yang harus ditempuh. Para guru harus memiliki ketrampilan memilih dan menggunakan metode / model mengajar untuk diterapkan dalam sistem pembelajaran yang efektif.
Oleh karena itu, guru dipandang sebagai agen modernisasi dalam segala bidang. Dalam melakukan usaha pencapaian tujuan pendidikan di Sekolah, guru berperan penting dalam menggunakan model pembelajaran dan cara untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
Sepengetahuan penulis, anak-anak lulusan SD pada umumnya belum mempunyai kemampuan yang memadai dalam Bahasa Indonesia terutama ketrampilan menulis khusunya menulis deskriptif Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Padahal kemampuan itu penting bagi siswa untuk bekal di kehidupannya dalam hal memaparkan rincian atau detail tentang suatu objek,
Dari permasalahan tersebut, penulis akan melakukan suatu kegiatan penelitian tindakan kelas (action research) berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran dalam peningkatan ketrampilan menulis deskriptif siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2009 / 2010. model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Mengapa harus model pembelajaran CTL ?
Sejauh ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah dijadikan pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi baru yang lebih membudayakan siswa untuk lebih aktif.
Anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Lebih spesifik alasan pemilihan model CTL ini karena proses belajar dalam CTL, siswa sendiri yang mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, anak belajar dari mengalami, mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru dan bukan dibeti begitu saja oleh guru.
Melalui kegiatan pembelajaran dengan model CTL ini diharapkan kemampuan siswa dalam menulis deskriptif Bahasa Indonesia mengalami peningkatan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas dengan judul “Peningkatan Ketrampilan Menulis Deskriptif Bahasa Indonesia dengan Menggunakan model Pembelajaran Contextual teaching and Learning (CTL) pada Siswa Kelas IV SDN Rengel 03 Kevamatan Rengel Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2009/2010” tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.Bagaiamanakah dampak penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL) terhadap ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2009/2010 ?
2.Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL) terhadap ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2009/2010 ?
3.Apakah dengan mengimplementasikan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2009/2010 ?

C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1.Dampak penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL) terhadap ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2009/2010.
2.Pelaksanaan model pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL) terhadap ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2009/2010.
3.Apakah dengan mengimplementasikan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN Rengel 03 Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2009/2010.

D.Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1.Bagi Guru SD
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam peningkatan ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa kelas IV.


2.Bagi Siswa
Memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran khususnya tentang menulis deskriptif Bahasa Indonesia dan memberi motivasi belajar siswa.
3.Bagi Sekolah
Bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis deskriptif Bahasa Indonesia.
4.Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan bisa dipakai sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya pada masalah peningkatan ketrampilan menulis deskriptif Bahasa Indonesia.

Readmore.